Prinsip Kepemimpinan Rasulullah

Book by John Adair

Seorang pemimpin dinilai bagaimana dia bersikap dan bertindak dalam kepemimpinannya. Salah satu yang terpenting adalah kemampuan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan dan membuat kebijakan, efektifitas sebuah kebijakan dan bagaimana dampak atas kebijakan tersebut. Berikut tulisan sangat bagus yang diambil dari blog Supermarket Madinah Syariah.

Sebuah keputusan lahir dari sebuah proses berpikir. Bermula dari cara pandang seseorang dalam menilai sesuatu yang kemudian berpengaruh terhadap cara berpikirnya. Cara berpikir yang dilandasi cara pandang tadi akan menjadi penentu, tepat atau tidaknya keputusan seorang pemimpin dalam mengambil kebijakan. Kebijakan seorang pemimpin seringkali berpengaruh terhadap banyak orang dan ruang lingkup serta waktu yang lebih luas. Kesalahan dalam mengambil sebuah keputusan dalam memilih sebuah kebijakan akan berujung pada kegagalan suatu program atau bahkan kehancuran sebuah negara dan bangsa.

Bagaimana cara Nabi Muhammad SAW  berpikir?

Sebagian besar dari kita pernah mendengar tentang kepemimpinan seorang Muhammad SAW. Dalam masa 22 tahun beliau sanggup mengangkat derajat bangsa Arab dari bangsa jahiliah yang diliputi kebodohan dan keterbelakangan menjadi bangsa terkemuka dan berhasil memimpin banyak bangsa di dunia. Orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya merasakan kelembutan, kasih sayang dan penghormatan dari seorang pemimpin bernama Muhammad.

Cara berpikir Rasulullah SAW yang lurus terlahir dari cara pandangnya yang juga lurus terhadap hidup dan kehidupan ini. Cara berpikir yang lurus tadi menghasilkan sebuah keputusan yang tepat sekaligus dapat diterima semua pihak.

Inilah cara berpikir Nabi Muhammad SAW dalam melaksanakan peran dan tugasnya sebagai pemimpin.

1. Beliau menomorsatukan fungsi sebagai landasan dalam memilih orang atau sesuatu, bukan penampilan atau faktor-faktor luar lainnya.

Keempat sahabat yang dikenal sangat dekat dengan Beliau, yakni Abu Bakar Assidiq, Umar ibnu Khattab, Ustman ibnu Affan dan Ali ibnu Abi Tholib adalah gambaran jelas kemampuan Nabi Muhammad SAW dalam melihat fungsi. Keempat sahabat tersebut memiliki fungsi sendiri-sendiri dalam era kepemimpinan Muhammad SAW, yaitu:
  • Abu Bakar Assidiq yang bersifat percaya sepenuhnya kepada Nabi Muhammad SAW, adalah sahabat utama. Ini bermakna kepercayaan dari orang lain adalah modal utama seorang pemimpin.
  • Umar ibnu Khattab bersifat kuat, berani dan tidak kenal takut dalam menegakkan kebenaran. Ini bermakna kekuasaan akan efektif apabila ditunjang oleh semangat pembelaan terhadap kebenaran dengan penuh keberanian dan ditunjang kekuatan yang memadai.
  • Ustman ibnu Affan adalah seorang pedagang kaya raya yang rela menafkahkan seluruh harta kekayaannya untuk perjuangan Rasulullah SAW. Faktor ketiga yang tidak kalah penting adalah pendanaan. Sebuah kepemimpinan akan lebih lancar apabila ditunjang kondisi ekonomi yang baik dan keuangan yang lancar. Dan juga dibutuhkan pengorbanan yang tulus dari pemimpinnya demi kepentingan orang banyak.
  • Ali ibnu Abi Thalib adalah seorang pemuda yang berani dan tegas, penuh ide kreatif, rela berkorban dan lebih suka bekerja dari pada bicara. Kepemimpinan akan menjadi semakin kuat karena ada regenerasi. Tidak ada pemimpin yang berkuasa selamanya, dia perlu menyiapkan penerus agar rencana-rencana yang belum terlaksana bisa dilanjutkan oleh generasi berikutnya.
2. Beliau mengutamakan segi kemanfaatan daripada kesia-siaan.

Tidak ada perkataan, perbuatan bahkan diamnya seorang Muhammad yang menjadi sia-sia dan tidak bermakna. Pilihan terhadap kurma, madu, susu kambing dan air putih sebagai makanan yang bermanfaat untuk tubuh adalah salah satu contohnya. Bagaimana sukanya Muhammad terhadap orang yang bekerja keras dan memberikan manfaat terhadap orang banyak dan kebencian beliau terhadap orang yang menyusahkan dan merugikan orang lain adalah contoh yang lain.

3. Beliau mendahulukan yang lebih mendesak daripada yang bisa ditunda.

Ketika ada yang bertanya kepadanya, mana yang harus dipilih apakah menyelamatkan seorang anak yang sedang menghadapi bahaya atau meneruskan shalat, maka beliau menyuruh untuk membatalkan shalat dan menyelamatkan anak yang sedang menghadapi bahaya.

4. Beliau lebih mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri.

Ketika datang wahyu untuk melakukan hijrah dari kota Makkah ke Madinah, Nabi Muhammad SAW baru berangkat ke Madinah setelah semua kaum Muslimin Makkah berangkat terlebih dulu. Padahal saat itu beliau terancam akan dibunuh, namun tetap mengutamakan keselamatan kaumnya yang lebih lemah.

Ketika etnik Yahudi yang berada di dalam kekuasaan kaum Muslimin meminta perlindungan kepadanya dari gangguan orang Islam di Madinah, beliau sampai mengeluarkan pernyataan: "Bahwa barang siapa yang mengganggu dan menyakiti orang-orang Yahudi yang meminta perlindungan kepadanya, maka sama dengan menyatakan perang kepada Allah dan Rasulnya." Padahal tindakan demikian bisa menjatuhkan kredibilitas Beliau di mata kelompok-kelompok etnik Arab yang sudah lama memusuhi etnik Yahudi.

5. Beliau memilih jalan yang tersukar untuk dirinya dan termudah untuk umatnya.

Apabila ada orang yang lebih memilih mempersulit diri sendiri dari pada mempersulit orang lain, maka dia adalah para Nabi dan Rasul. Begitu pun dengan Muhammad SAW. Ketika orang lain disuruh mencari jalan yang termudah dalam beragama, maka Beliau memilih untuk mengurangi tidur, makan dan shalat sampai bengkak kakinya.

Ketika dia menyampaikan perintah Allah SWT kepada umat untuk mengeluarkan zakat hartanya hanya sebesar 2,5 bagian saja dari harta mereka, dia bahkan menyerahkan seluruh hartanya untuk perjuangan dan tidak menyisakan untuknya dan keluarganya, kecuali rumah yang menempel di samping mesjid, satu dua potong pakaian dan beberapa butir kurma atau sepotong roti kering untuk sarapan. Sampai-sampai tidurnya hanya di atas pelepah korma.

Seperti pernah dia bertanya kepada Aisyah RA. Istrinya apakah hari itu ada sepotong roti kering atau sebiji korma untuk dimakan. Ketika istrinya berkata bahwa tidak ada semua itu, maka Nabi Muhammad SAW mengambil batu dan mengganjalkannya ke perut untuk menahan lapar.

6. Beliau lebih mendahulukan tujuan akhirat daripada maksud duniawi.

Para Nabi dan Rasul adalah orang-orang terpilih sekaligus contoh teladan bagi kita. Nabi Muhammad SAW menunjukkan bahwa jalan akhirat itu lebih utama daripada kenikmatan dunia dengan seluruh isinya ini. Karena pandangannya yang selalu melihat akhirat sebagai tujuan, maka tidak ada yang sanggup menggoyahkan keyakinannya untuk menegakkan kebenaran.
“Seandainya kalian letakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, maka aku tidak akan berhenti dalam menyampaikan risalah ini.”  
Demikian Nabi Muhammad SAW berkata kepada para pemimpin Quraisy yang mencoba menyuap Muhammad SAW dengan harta benda, menjanjikan kedudukan tertinggi di kalangan suku-suku Arab dan juga menyediakan wanita-wanita cantik asalkan Muhammad SAW mau menghentikan dakwahnya di kalangan mereka.

Pemimpin yang abadi cara berpikir dan pengaruhnya akan terus berjalan sampai akhir zaman.

Post a Comment

1 Comments

  1. Terima kasih info, sangat mencerahkab. Semoga kita bisa meneladaninya

    ReplyDelete
Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)